Search

Sabtu, 06 Agustus 2011

Guru, Teruslah Belajar!



Harian Joglosemar, Sabtu, 06/08/2011

Benni Setiawan
Pemerhati pendidikan,
alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tinggal di Sukoharjo.

Belajar sering kali diperintah oleh orangtua dan guru. Namun, sering kali perintah ini dianggap angin lalu oleh seorang anak maupun peserta didik. Hal ini karena orangtua dan guru sendiri belum menjadi manusia pembelajar, meminjam istilah Andrea Harefa.
Orangtua dan guru sering merasa mampu dan telah banyak makan asam garam pendidikan dan kehidupan. Mereka lupa bahwa tugas belajar tidak hanya menjadi kewajiban bagi anak dan peserta didik, namun juga orangtua dan guru. Mengapa demikian?
Mengetahui Makna
Belajar merupakan kebutuhan, untuk tidak menyebut kewajiban manusia. Dengan belajar manusia akan mengetahui makna. Makna inilah yang akan membawa manusia menjadi manusia seutuhnya dan berkepribadian. Pemahaman terhadap makna inilah yang juga menjadi penanda atau pembeda (furqan) antara manusia dengan makhluk Allah SWT yang lain. Manusia dibekali pikiran dan hati sebagai alat untuk menyingkap ayat-ayat Allah SWT. Pikiran dan hati yang dapat digunakan sebagai perasa tidak diberikan oleh Allah SWT kepada makhluk selain manusia.
Maka guna menjernihkan pikiran dan hati dibutuhkan banyak bacaan dari hasil permenungan yang mendalam. Kesemuanya itu didapat dari proses belajar yang lama.
Dengan membaca manusia akan tidak mudah pikun. Manusia akan berumur panjang, karena hari-harinya dipenuhi dengan aktivitas yang menyehatkan.
Pentingnya belajar juga menjadi bagian tak terpisahkan dari proses kerasulan Muhammad SAW. Dan belajar merupakan perintah pertama dalam Alquran (al-Alaq: 1-5). Kata iqra’, tidak hanya berarti membaca. Namun sebuah kewajiban bagi manusia untuk mengemban amanat kemanusiaan menjadi sebaik-baik makhluk (khoira al ummah). Inilah fitrah manusia sebagai khalifatullah fil ardhi (pemimpin dan wakil Allah di muka bumi).
Dengan demikian, perintah belajar berlaku untuk semua umat manusia, tidak memandang status ataupun strata sosial. Belajar tidak memandang umur, kecil, tua, muda, dan dewasa. Semua mempunyai kewajiban untuk terus belajar (iqra’). Hal ini karena masih banyak misteri alam yang belum dipecahkan oleh manusia. Seperti, bagaimana caranya mendeteksi terjadinya gempa bumi berkekuatan besar. Walaupun kini banyak peneliti yang telah memulai dengan cara meneliti lapisan bumi dan struktur tanah di berbagai belahan dunia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat di belahan bumi lain sudah saatnya menginspirasi masyarakat Indonesia untuk bangkit. Pasalnya, Indonesia merupakan representasi penting umat Islam di dunia. Jika banyak ilmu pengetahuan dan teknologi ditemukan oleh masyarakat Indonesia maka ini juga berarti kemajuan tersendiri dalam pengkajian Islam dan Islam itu sendiri.
Maka dari itu dalam sistem pendidikan nasional, harus ada sinergi atau keinginan kuat oleh semua komponen pendidikan untuk terus belajar. Pendidikan Indonesia juga sudah selayaknya tidak selalu berkiblat ke Barat. Namun ada baiknya menggali kearifan lokal dan budaya bangsa Indonesia sebagai dasar membuat kebijakan dalam pendidikan nasional.
Lebih dari itu, pengkajian dan penelitian terhadap Alquran sebagai kitab umat Islam sangatlah perlu. Hal ini karena, menurut BJ Habibie dalam Memahami Alquran dan Mengimplementasikannnya, Akumulasi Pengalaman Keagamaan (1992), tidak hanya substansi ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat banyak terdapat dalam Alquran, tetapi juga teknologi dan metodologi yang masih belum mampu dipahami oleh daya pikir manusia. Ini sangat mungkin sekali karena kandungan isi Alquran yang mulia itu bersifat kebenaran mutlak. Sedangkan kebenaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai manusia hingga saat ini, apapun bentuk dalil, hukum, persamaan-persamaan dan lain sebagainya bersifat nisbi, relatif.
Kebenaran yang dirumuskan oleh Iptek masa kini, belum tentu benar lagi dalam masa yang akan datang, bahkan dalam abad yang akan datang. Katakanlah misalnya, teknologi yang diperagakan oleh Nabi Sulaiman AS dengan sistem komunikasi dengan binatang, makhluk halus, penyelam lautan, teknologi dan ilmu pengetahuan yang dikembangkan Nabi Chidir dan Musa AS dan lain sebagainya masih merupakan rahasia ilmu yang masih sulit kita mengerti. Tetapi itu adalah sebagian dari kebenaran mutlak yang di masa yang akan datang mungkin tidak akan menjadi pertanyaan lagi.

Ujung Tombak
Maka, guru sebagai ujung tombak pendidikan nasional harus terus belajar. Melalui proses membaca, diskusi, menghadiri seminar, berselancar di internat/dunia maya, tukar pengalaman antar sesama guru, tukar informasi dengan orangtua peserta didik dan seterusnya. Proses pembelajaran yang menjadi aktivitas harian seorang guru inilah yang akan menjadikan pendidikan di dalam atau pun luar kelas menjadi menyenangkan. Seluruh komponen pendidikan akan nyaman dan “kerasan” di dalam sistem pendidikan.
Pemerintah pun perlu terus mendorong dan menyediakan beasiswa untuk guru. Khususnya menyediakan beasiswa bagi guru di tingkat pendidikan dasar (sekolah dasar). Pasalnya, menurut YB Mangunwijaya, guru SD merupakan pembangun fondasi utama peserta didik.
Lebih lanjut, jika guru tidak terus belajar, maka ia akan kehabisan bahan dalam melakukan proses mengajar/pendidikan. Terus memperbarui bacaan dan mengembangkan ilmu pengetahuan akan dapat mengantarkan peserta didik bertualang menuju pencarian ilmu yang menyenangkan.
Bagaimana mungkin dapat membangun suasana kelas yang menyenangkan, jika yang diajarkan oleh seorang guru hanya itu-itu saja. Dan atau bahkan bahan ajarnya sama sejak ia dinobatkan menjadi seorang guru?
Ilmu pengetahuan terus berkembang. Dan masih banyak hal yang belum kita pelajari dari belantara dan rahasia alam semesta. Jika seorang guru tidak segera mengejarnya ia akan tergilas oleh zaman, dan akhirnya proses transfer ilmu pengetahuan berhenti. Padahal proses ini sangat penting dalam memajukan sistem pendidikan nasional.
Pada akhirnya, jangan malu untuk terus belajar. Belajar adalah kewajiban manusia sejak saat dilahirkan hingga dimasukkan ke dalam liang lahat. Wallahu a’lam.