Jawa Pos, Selasa, 27 Nov 2007,
Geng Motor Juga Cermin Kenakalan Orang Tua
Oleh Benni Setiawan
Masyarakat Bandung dan sekitarnya dihebohkan oleh fenomena sekumpulan anak muda geng motor yang meresahkan. Mereka tidak segan untuk melukai, mencederai, bahkan membunuh orang-orang yang dianggap musuh. Ulah geng motor itu ditanggapi serius oleh Polda Jawa Barat di bawah komando Irjen Pol Sunarko. Kapolda Jawa Barat itu menyatakan akan menindak siapa saja yang berada dalam geng motor tersebut.
Melihat fenomena geng motor, banyak pengamat menyatakan bahwa usia muda adalah masa mencari jati diri dan identitas. Usia muda sering dijadikan alasan untuk bermalas-malasan, hura-hura, dan membuat "aksi-aksi nekat" yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Lebih lanjut, di usia muda banyak orang tua yang terbuai oleh pemikiran ini. Banyak orang tua malah membiarkan dan memberikan ruang ekspresi yang berlebih untuk anak-anaknya. Anak-anaknya dibiarkan bebas tanpa arah dengan alasan pencarian jati diri dan identitas.
Pertanyaannya, benarkah usia muda adalah masa di mana identitas dan jati diri dicari? Bagaimana peran dan tanggung jawab orang tua dalam menyikapi fenomena geng motor?
Kelalaian Orang Tua
Pengertian di atas mengisyaratkan bahwa anak muda butuh bimbingan dan bantuan orang lain. Tanpa itu semua mereka akan melakukan hal-hal yang dianggap benar, tetapi keliru. Di sinilah peran penting orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anak-anaknya menjadi insan mandiri dan berbudi pekerti.
Fenomena geng motor yang meresahkan pada dasarnya adalah kelalaian orang tua mendidik putra-putrinya menjadi insan mandiri. Orang tua terlalu disibukkan oleh urusan dunia (materi) sehingga melupakan tugas suci mendidik anak-anaknya. Anak-anak kurang kasih sayang dari orang tua, sehingga mereka melampiaskan kegalauan hatinya kepada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Ironisnya, banyak orang tua yang kurang peduli dengan keadaan anak-anak mereka. Banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya tugas "mendidik" anak kepada pembantu rumah tangga yang dibayar setiap bulan. Banyak orang tua yang lebih bangga bekerja membanting tulang siang malam daripada berada di rumah mendidik putra-putrinya. Mereka malu disebut ibu rumah tangga. Sebab, status ibu rumah tangga sama dengan "pembantu rumah tangga". Orang tua yang gaul adalah mereka yang bekerja di luar rumah tanpa memedulikan waktu dan perkembangan psikis putra-putrinya.
Pandangan sesat manusia modern ini tentu perlu disudahi. Orang tua sudah saatnya menyisihkan sebagian waktu untuk mendidik anak-anaknya. Hal ini disebabkan anak adalah aset masa depan. Anak adalah generasi penerus cita-cita keluarga dan bangsa. Di tangan merekalah masa depan bangsa ini dipertaruhkan.
Ketika anak-anak sudah melanggar norma-norma kesusilaan dengan membentuk geng motor yang meresahkan, bagaimana mereka dapat menjadi generasi masa depan?
Kenakalan Orang Tua
Fenomena geng motor adalah bukti orang tua tidak mempersiapkan generasi muda bangsa dengan baik. Mereka dibiarkan tumbuh kembang sendiri tanpa perhatian, kasih sayang, dan pendidikan dari orang tuanya.
Fenomena itu juga menjadi penanda telah terjadinya kenakalan orang tua. Artinya, akibat kelalaian orang tua, anak-anak "keblinger" dan menjerumuskan diri kepada hal-hal negatif. Keadaan itu bukan hanya menjadi kesalahan si anak, melainkan menjadi tanggung jawab -kalau tidak mau disebut- kesalahan orang tua.
Guna mengakhiri periode kenakalan orang tua, sudah saatnya orang tua menyisihkan sedikit waktu untuk sekadar bertegur sapa, bercanda ringan hingga memberikan pengertian tanpa harus menggurui. Dengan sentuhan hangat anak-anak akan dapat menyadari kesalahannya dan kembali melakukan aktivitas positif.
Menghindari Tindak Kekerasan
Tindak kekerasan sudah saatnya dihindari oleh orang tua. Sebab, tindak kekerasan hanya akan menimbulkan kebencian dan balas dendam. Ia tidak akan sadar. Malah di hari depan mereka dapat melakukan hal-hal yang lebih meresahkan.
Sebagaimana penelitian Sal Severe, seorang pskolog dari Arizona. Sal Severe menyatakan bahwa anak yang terlampau sering dipukul pantatnya sangat mungkin akan menarik diri dari lingkungannya. Anak yang demikian menjadi terlalu mudah bergairah, terlalu aktif, dan ganas.
Anak-anak yang sering mendapat pukulan atau kekerasan secara impulsif memercayai bahwa memukul atau berbuat kekerasan memang bagian normal kehidupan. Mereka pun akan belajar memukul kala orang lain berbuat salah dan kala sedang marah. Pemukulan pantas, sekalipun dilakukan secara terencana dalam kondisi sadar dan tidak marah, masih menciptakan perilaku negatif bagi anak.
Pada akhirnya, kesadaran orang tua untuk meluangkan waktu mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang akan mampu membimbing dan mengarahkan generasi muda menjadi insan mandiri yang bertanggung jawab.
Benni Setiawan, Penulis Buku Manifesto Pendidikan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar