Search

Sabtu, 26 Januari 2013

Palangkaraya Ibu Kota Republik Indonesia?


Oleh Benni Setiawan

Opini, Sinar Harapan, Selasa, 22 Januari 2013

Jakarta merupakan koneksi imajiner Palangkaraya arah barat daya.

Jakarta tak kuasa menahan banjir. Itulah headline (berita utama) hampir semua surat kabar cetak, Jumat (18/1). Puluhan ribu rumah, berbagai fasilitas umum, Balai Kota, hingga Istana Negara terendam air bah. Banjir di jantung Republik pun mendapat simpati dari luar negeri. Menilik kondisi demikian, orang nomor satu di Republik ini menyerukan Jakarta Siaga 1.

Banjir, kemacetan, dan kriminalitas yang tinggi tampaknya menjadi wajah Ibu Kota. Menilik kondisi yang demikian, banyak orang menyatakan Jakarta sudah tidak layak menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Perlu dipikirkan sebuah tempat yang nyaman namun tetap mempunyai sejarah panjang dalam perjuangan menuju cita-cita Indonesia merdeka.
Di antara para pengusul pindahnya Ibu Kota Republik yang terekam media adalah Prabowo Subianto (Ketua Dewan Penasihat Partai Gerakan Indonesia Raya, Gerindra) dan Marzuki Alie (Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, serta anggota Dewan Pembinan Partai Demokrat). Pertanyaan yang muncul kemudian, ke mana Ibu Kota RI harus berpindah?

Palangkaraya
Jika kita berkenan menilik sejarah panjang bangsa Indonesia, founding fathers bangsa ini telah meletakkan dasar itu. Salah satunya dapat kita temui dari pemikiran Soekarno, Presiden RI pertama.

Soekarno telah memancang Palangkaraya sebagai salah satu calon Ibu Kota RI. Palangkaraya berada di Pulau Kalimantan, tepatnya di tepi Sungai Kahayan, dan sekarang merupakan Ibu Kota Kalimantan Tengah.

Secara geografis, Palangkaraya terletak di 60 401-70 201 Bujur Timur dan 10 311-20 301 Lintang Selatan. Saat ini, secara administratif Kota Palangkaraya berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas pada sisi utara dan timur, dengan Kabupaten Pulau Pisang pada sisi selatan, dan Kabupaten Katingan pada sisi barat.

Kota Palangkaraya merupakan bagian tak terpisahkan dari kota-kota yang dikagumi oleh Soekarno, seperti Kota Roma, Washington DC, dan Berlin. Soekarno meletakkan dasar pembentukan Kota Palangkarya dengan elemen-elemen dasar dan simbol-simbol.
Sebagai Sarjana Teknik Arsitektur lulusan Technische Hogeschool (sekarang Institute Teknologi Bandung), Soekarno meletakkan simbol-simbol berupa Sumbu Imajiner Kahayan-Palangkaraya-Jakarta, Bangunan Istana, Bundaran Silang Delapan, Taman Nasional, dan Sumbu Serimonial. Selain itu terdapat pula Pelataran Agung yang menyerupai Taman Merdeka Jakarta. Ada pula peletakan bangunan-bangunan penting kota yang berkontekstual dengan kosmologi Dayak.

Palangkaraya yang kini letaknya cenderung berada di tengah-tengah wilayah RI dalam sejarah pembangunannya diawali dengan pemancangan tiang pancang pembangunan kota. Berawal dari tiang pancang ini, Soekarno membentuk sumbu kota yang berfungsi sebagai prinsip dasar desain kota.

Diduga, konsep dasar ini diperoleh atas saran Raja Kasunanan Surakarta (Sri Sultan Pakubuwono XII), yang saat peletakan tiang pancang, Raja Kasunanan Surakarta ini diajak ke Palangkaraya. Menurut arah mata angin, dari titik tiang pancang, sumbu ini mengarah ke barat daya, sumbu ini berakhir di Jakarta.

Dengan demikian diketahui bahwa Jakarta merupakan koneksi imajiner Palangkaraya arah barat daya, sedangkan Sungai Kahayan merupakan koneksi imajiner Palangkaraya arah timur.

Adanya konsep ini menunjukkan pula bahwa Palangkaraya termasuk cosmic city, yaitu suatu kota yang meninterpretasi kepercayaan dan atau daya alam. Dalam perkembangannya, kini sumbu ini melintasi as bangunan bersejarah kota, yaitu kantor awal muda, as bangunan Istana, as Bundaran Besar dan as Jl Yos Sudarso (Wijanarka, 2006).

Pusat Bisnis

Konsep desain Kota Palangkaraya lahir dari buah pemikiran Soekarno. Apa yang telah diretas oleh Soekarno sudah selayaknya kembali mendapat perhatian masyarakat. Hal ini berfungsi, selain menjadi konsep-konsep dasar pengembangan negeri, agar kita tidak mudah melupakan sejarah.

Lebih lanjut, Palangkaraya dapat menjadi pilihan mengurai kesemrawutan Ibu Kota RI Jakarta saat ini. Palangkarya dapat dijadikan Ibu Kota kedua (sebagai pusat bisnis) dan Ibu Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Sebagaimana Washington DC sebagai Ibu Kota “resmi” Amerika Serikat dan New York sebagai pusat bisnis.

Memindahkan pusat bisnis ke Palangkaraya pun akan mampu mengurangi beban Kota Jakarta. Permukaan tanah Jakarta akan tetap stabil dan tidak akan tenggelam pada 2030 sebagaimana prediksi para ahli geologi. Jakarta pun tidak akan lagi menjadi kota tujuan utama urban. Masyarakat akan berpikir ulang untuk ke Jakarta, karena peredaran uang tidak lagi terkonsentrasi di sana.

Banjir yang menjadi langganan Ibu Kota pun terurai. Pasalnya, akan banyak ruang terbuka hijau karena menyusutnya jumlah penduduk yang mendiami Ibu Kota. Normalisasi Ciliwung, Kanal Banjir Barat, dan Kanal Banjir Timur akan berfungsi dengan baik karena tumpukan sampah yang berkurang secara signifikan.

Pada akhirnya, founding fathers telah berpikir ke depan melampaui zamannya, guna kemakmuran hajat hidup bangsa Indonesia. Kini tugas pemimpin sekarang untuk mewujudkannya. Segera pindahkan Ibu Kota ke Palangkaraya. Selamat datang Ibu Kota baru.

2 komentar:

Kunjungan Artikel mengatakan...

Saya setuju banget, klu palangkaraya di jadikan sebagai ibu kota negara indonesia, soalnya di pulau jawa padat sekali penduduknya. selain karena palangkara di kalimantan yg merupakan pulau terbesar di indonesia, pulau kalimantan juga tdk rawan bencana alam, seperti di pulau jawa, sumatra, dan lainnya

ripky mengatakan...

apa baiknya aja deh kalau ane si ikut aja.

Posting Komentar