Search

Minggu, 22 November 2009

Panduan (tanpa menggurui) menjadi guru efektif



"Jeda", Solo Pos, 22 November 2009,Hal.V

Judul : The First Days of School
Penulis : Harry K Wong & Rosemary T Wong
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Edisi : I, Mei 2009
Tebal : xix + 412 Halaman

Menjadi guru merupakan cita-cita mulia. Anak-anak banyak yang menggantungkan cita-cita mereka menjadi guru. Mereka mengidolakan menjadi seorang guru yang penyabar, tenang, berwibawa, dan bijaksana. Mereka tidak pernah berpikir bahwa tugas guru amatlah berat, yakni mendidik, dan bukan sekadar mengajar. Tugas yang berat ini seringkali tidak seimbang dengan penghasilan yang mereka dapatkan. Seringkali harus utang ke sana-kemari untuk sekadar menyambung hidup. Toh semua itu tidak pernah terpikirkan di benak anak-anak.

Guru juga merupakan sosok sempurna bagi anak-anak. Sosok yang digugu lan ditiru (dipatuhi dan diteladani). Sosok bak dewa inilah yang menjadikan posisi dan peran guru di masyarakat sangat dihormati. Ia seringkali diminta nasihatnya, baik dalam urusan privat maupun publik. Karena jasanya inilah mereka seringkali dipanggil ”Mas Guru atau Mbak Guru” oleh orang yang lebih tua, atau ”Pak Guru” oleh yang lebih muda dan sebaya.

Penghormatan ini tidak hanya dalam bentuk lisan, namun juga perbuatan. Apa yang menjadi kebiasaan guru akan diterima dan diikuti. Maka, tidak aneh jika pada saat Pemilu legislatif dan Pilpres lalu, guru merupakan tim sukses gratis bagi partai politik atau pasangan capres-cawapres tertentu, ini karena mereka melakukan penetrasi halus terhadap calon pemilih dan mewartakan bahwa calon yang diusungnya merupakan figur pemimpin yang pantas memimpin bangsa ini dalam lima tahun mendatang.
Hal tersebut di atas semakin dikuatkan oleh pencitraan bahwa pasangan capres dan cawapres tertentu merupakan seorang guru, pembela guru, dengan mem-PNS-kan para guru honorer, sertifikasi yang menyejahterakan guru, dan berpihak kepada guru dengan gaji ke-13.

Namun, dari sekian banyak kelebihan guru, tugas mendidik bukanlah perkara yang mudah. Mendidik bukan hanya datang ke sekolah dan mengajarkan materi yang telah digariskan pemerintah. Mendidik berarti memasukkan nilai, meminjam istilah Driyarkara, ke dalam peserta didik. Proses inilah yang seringkali belum disadari guru.

Lebih dari itu pendidikan bukan mengajarkan kepada orang hal-hal yang sekarang belum diketahui. Pendidikan adalah mengajarkan kepada orang perilaku yang saat ini belum dipraktikkan (Hal 8).

Proses tiada akhir
Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas. Pendidikan berlangsung dalam setiap kehidupan. Pendidikan yang berhasil bukan hanya dilihat dari hasil nilai ulangan harian dan Ujian Nasional. Namun, pendidikan yang berhasil merupakan proses tiada akhir dalam mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.

Buku The First Days of School ini memberikan gambaran yang jelas dan rinci bagaimana menjadi pendidik (guru) yang efektif. Bercerita tentang A-Z cara mengajar, mendidik, dan proses memasukkan nilai. Kelebihan buku ini berangkat dari hasil riset selama bertahun-tahun dan pengakuan langsung guru-guru yang telah berpengalaman mendidik.

Buku ini tidak menggurui, namun benar-benar mendidik. Berangkat dari filosofi belajar yang menyenangkan, menggairahkan, meneguhkan, dan mencerahkan. Oleh karena itu sangat filosofis namun tetap ringan dan mudah dipahami. Bertutur apa adanya mengenai tugas guru, trik mengatasi gangguan dalam belajar-mengajar, dan apa saja yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.

Buku ini menarik selain karena disertai gambar-gambar yang menghibur dan semakin menguatkan gagasan-gagasan segar, juga diformat sedemikian rupa, sehingga memudahkan pembaca untuk langsung mengetahui maksudnya. Buku yang ditulis seorang guru ini begitu memesona. Tidak hanya dalam tutur bahasanya, namun juga pengemasan ide-idenya.

Membaca buku ini seakan berselancar menuju dunia yang indah. Membayangkan peserta didik yang datang dengan segera dan enggan pulang ke rumah karena merasa tenang dan enjoy di sekolah. Dan, inilah sebenarnya filosofi belajar. Yakni, menjadikan peserta didik betah dengan guru (juga orangtua), dan tak mau berjauhan dari mereka.

Bagi para guru, dengan membaca buku ini akan kian menambah wawasan dan cara pandang dalam belajar mengajar, sehingga layak dibaca calon guru dan atau orang yang bercita-cita menjadi guru. Dengan bekal inilah kita semakin bersemangat meraih cita-cita mulia itu.

Dengan begitu, kehadiran buku ini sangat tepat, karena di tengah tak terarahnya sistem pendidikan nasional—yang kian feodal, haus materi, tercerabut dari budaya Nusantara, dan tidak memerhatikan kualitas guru.

Benni Setiawan, Penulis buku Menifesto Pendidikan Nasional (2006) dan Agenda Pendidikan Nasional (2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar