Search

Kamis, 03 Juni 2010

Antisipasi Serangan Fajar Sukoharjo




Wacana Lokal,Suara Merdeka, 03 Juni 2010

HARI Kamis ini, warga Kabupaten Sukoharjo akan memilih pemimpin daerahnya, untuk lima tahun ke depan. Di tengah sunyinya masa tenang, ada hal yang perlu diwaspadai, yaitu praktik politik uang atau serangan fajar dari tim sukses calon bupati atau wakilnya dalam membujuk warga.

Modusnya biasa dilakukan mendekati hari H pemilihan dan pasti secara sembunyi-sembunyi. Dalam praktiknya tim sukses calon akan membagikan uang atau barang sebagai iming-iming atas partisipasi warga memilih calon tertentu.

Kegiatan tersebut di atas telah menjadi budaya sebagian masyarakat Indonesia. Bahkan, kegiatan money politics adalah bagian yang selalu dicari oleh calo politik. Ia akan menguras habis pundi-pundi kekayaan calon dengan imbalan atau janji suara dengan menjual kelompok organisasi massa (ormas) dan kelompok masyarakat tertentu.

Modus yang digunakan oleh calo politik biasanya sangat rapi dan sulit untuk dideteksi oleh Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu dan polisi. Modus ini dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah warga dengan alasan bertamu, tempat-tempat di mana banyak warga berkumpul, bahkan di sawah atau pun di pasar.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bagaimana masyarakat harus menyikapi hal ini? Serangan fajar harus disikapi dengan arif.

Artinya, masyarakat harus paham bahwa masa depan Sukoharjo ada di tangan rakyat dalam menentukan calon pemimpinnya. Jika rakyat salah memilih pemimpinnya maka kehidupan demokrasi dan tatanan bermasyarakat akan rusak, minimal untuk lima tahun mendatang.

Masyarakat harus yakin dengan pilihannya, bukan karena uang atau barang yang diberikan oleh tim sukses seorang calon. Masyarakat juga perlu disadarkan bahwa menerima imbalan uang atau barang dari salah satu calon akan membuat hidup mereka menderita. Artinya, menentukan pilihan atas dasar uang atau barang adalah pilihan kurang bijak, kalau tidak mau disebut pilihan bodoh.

Masyarakat tentunya telah mencermati masa kampanye beberapa waktu lalu. Masa kampanye adalah saatnya masyarakat mulai berpikir dan menentukan siapa yang akan dipilihnya.

Masa kampanye bukan hanya kegembiraan sesaat dengan konvoi keliling kota, dan hiburan musik dangdut. Masa kampanye adalah waktu efektif mencari tahu apa yang akan dibawa calon pemimpin daerah lima tahun mendatang.

Dengan demikian warga akan mampu berpikir dan mantap menentukan pilihan, bukan karena uang atau barang melainkan berdasarkan hati nurani. Serangan fajar sebenarnya dapat dicegah dengan kesadaran calon atau tim sukses untuk tidak memberikan uang atau barang kepada pemilih.

Sebuah hal yang sangat tidak etis jika kemenangan yang diraih adalah hasil membeli suara rakyat. Padahal sebagaimana kita ketahui suara rakyat adalah suara Tuhan. Dengan demikian, berani membeli suara rakyat berarti berani membeli suara Tuhan.
Merugikan Rakyat Pemimpin daerah sudah saatnya berpikir lebih maju. Artinya, perkembangan sistem demokrasi Indonesia akan selalu diwarnai oleh perilaku pemimpin daerah. Jika pemimpin daerahnya suka membeli suara rakyat, berarti ada indikasi mereka akan berani mengambil uang rakyat dengan semena-mena.

Perilaku korupsi yang banyak dilakukan pejabat saat ini salah satu penyebabnya adalah mahalnya biaya politik yang dikeluarkan seseorang. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat pos anggaran baru dengan membuat peraturan-peraturan daerah agar uang yang mereka keluarkan bisa kembali.

Lebih dari itu, ia akan memberikan banyak peluang kepada pengusaha nakal yang telah mendanainya untuk mengusai proyek-proyek pemerintah daerah (pemda) yang pada akhirnya merugikan kepentingan rakyat.

Praktik politik uang dengan membagikan uang atau barang adalah cikal bakal korupsi yang harus dibasmi. Masyarakat sudah saatnya menolak segala pemberian dari calon bupati atau wakil bupati. Menerima pemberian uang atau barang berarti telah menggadaikan masa depan daerah dan bangsa.

Cikal bakal perilaku korupsi ini sudah saatnya diketahui oleh masyarakat. Sudah saatnya warga Kabupaten Sukoharjo menjadi pemilih kritis dan masyarakat terdidik dalam memilih calon pemimpinnya. Pemilih kritis tidak akan tergoyahkan oleh rayuan atau bujuk rayu tim sukses yang berbekal uang atau barang.(10)

— Benni Setiawan, warga Kabupaten Sukoharjo, penulis buku Pilkada dan Investasi Demokrasi (2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar