Search

Selasa, 21 April 2009

Lonceng Kematian Sektor Usaha



Kontan, Senin, 20 April 2009

Benni Setiawan
Peneliti Lentera Institute

Sektor usaha mikro yang lesu akan kian mengancam posisi buruh

Perusahaan konsultan the Political and Economic Risk Consultancy (PERC) kembali menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup dalam survei tahunannya yang melibatkan 14 negara Asia, Australia dan Amerika Serikat. Dengan skor di atas 7, Indonesia dinilai masih rawan korupsi dari sektor publik dan swasta hingga tidak menarik untuk bisnis dan investasi.

Masih gamang

Hasil survei itu dilansir PERC dua hari lalu dengan melibatkan 1.700 responden yang berasal dari pengusaha asing di 16 negara. Dikutip dari laman AFP, hasil survei menempatkan Indonesia dengan skor 8,32 dan empat negara lainnya dalam zona “korupsi serius”, yakni Thailand (7,63), Kamboja (7,25), India (7,21) dan Vietnam (7,11). Sementara Filipina yang tahun lalu menempati urutan pertama berada di zona “moderate” dengan skor 7. Diikuti berturut-turut dengan Malaysia (6,70), Taiwan (6,47), China (6,16), Macau (5,84), Korea Selatan (4,64), Jepang (3,99), USA (2,89), Australia (2,40), Hongkong (1,89) dan Singapura (1,07).

Survei ini juga membuktikan bahwa komitmen pemerintahan SBY-JK dalam memberantas korupsi masih gamang. Artinya, pemerintah masih belum dapat menjamin bahwa pengurusan surat-surat dalam investasi bebas dari pungli dan korupsi.

Lebih dari itu, pengusaha masih ragu dengan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Keraguan pengusaha ini tentunya akan menganggu iklim investasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah. Mandegnya investasi ke dalam negeri tentunya juga akan menganggu jalannya sektor usaha. Apalagi kini sektor usaha mikro sedang lesu akibat krisis finansial global sejak akhir tahun lalu.

Sektor usaha mikro yang lesu tentunya akan kian mengancam keberadaan buruh. Kian banyak buruh yang di-PHK akibat ketidakmampuan perusahaan membayar gaji. Dampak lanjutanya, sistem sosial menjadi terganggu karena maraknya demo buruk dan merajelelanya kejahatan.

Karena itu, pemerintah sudah saatnya merealisasikan janji pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Tidak hanya sekadar retorika, namun aksi nyata. Pemberantasan korupsi tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya keberanian semua pihak untuk menghentikannya. Pemberantasan korupsi bukan hanya slogan yang mudah diucapkan tetapi sulit direalisasikan. Ia membutuhkan treatmen yang tepat dan geniun.
Pertama, pemotongan jalur birokrasi. Panjangnya jalur birokrasi perizinkan akan kian membuka peluang terjadinya korupsi berjamaah. Jika perizinan dapat dilakukan dalam satu meja, mengapa harus tiga meja? Jika dapat dipermudah mengapa harus dipersulit?
Pemangkasan jalur birokrasi perizinan menjadi syarat mutlak kenyamanan seorang investor menanamkan sahamnya di Indonesia. Jangan sampai seorang investor trauma (kapok) berinvestasi di Indonesia.

Layanan e-government

Sebuah kisah nyata pernah dialami seorang pengusaha dari China ingin menanamkan investasinya di Indonesia. Ia terperangah kaget ketika sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, seorang petugas imigrasi meminta ”uang jasa” untuk memuluskan niat baiknya. Tidak tanggung-tanggung, petugas meminta uang Rp. 10 juta. Petugas berjanji akan memudahkan jalan dalam investasi. Sesampainya di dinas perizinan, ia kembali ”dipalak”, dengan alasan ini itu. Singkat cerita, seorang pengusaha tersebut telah menghabiskan uang Rp. 100 juta hanya untuk masuk dan meminta izin. Setelah dihitung-hitung, ia memilih kembali ke negaranya dan kemudian menanamkan sahamnya di Singapura.

Kedua, pembentukan sistem layanan e-government. Dengan sistem ini seorang investor tidak perlu lagi harus datang ke Indonesia untuk melihat secara nyata perusahaan atau bidang usaha yang ingin diajak bekerjasama. Seorang investor cukup melihat data dan atau profil perusahaan dari layar komputer.

Sistem e-government juga memungkinkan mencegah tatap muka yang berpotensi korup. E-government juga dapat menjamin kenyamanan dan kerahasiaan seorang investor.
Tanpa hal yang demikian, iklim investasi Indonesia akan kian lesu dan mandul. Ini terjadi karena, persepsi publik, khususnya exspatriat atau orang asing, menjadi negatif. Mereka beranggapan Indonesia belum memungkinkan menjadi negara tujuan investasi utama. Perginya investor dari Indonesia menjadi lonceng kematian bagi sektor usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar