Orang yang mempunyai alat sedikit. Orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekadar cukup untuk dirinya sendiri (Marhaen, Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat)
Search
Senin, 15 Juni 2009
Revitalisasi Peran Bulog
Benni Setiawan, Peneliti Lentera Institute
Kontan, 27 Mei 2009
Artinya, Bulog tidak hanya menjadi perantara antara petani dan pemerintah.
Menurut Inpres Nomor 13 Tahun 2005, ada tiga tugas pokok Perum Bulog dalam tatanan kebijakan nasional. Pertama, pelaksanaan pembelian gabah oleh pemerintah secara nasional dengan harga sesuai harga pembelian pemerintah (HPP). Kedua, menyediakan dan menyalurkan beras untuk rakyat miskin (raskin). Ketiga, pengelolaan cadangan beras pemerintah.
Ada ketimpangan
Tiga tugas pokok di atas tampaknya belum mampu dilaksakan oleh Perum Bulog dengan baik. Artinya, masih ada ketimpangan antara Perum Bulog dengan realitas di lapangan.
Ambil contoh, dalam melaksanakan pembelian gabah di tingkat petani. Menurut instruksi presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan, yang mulai berlaku per 1 Januari 2009, HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp. 2.400,- per kg. Sementara HPP gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp. 3.000,- per kg.
Realitasnya, banyak petani yang menjual gabahnya kepada tengkulak. Harga tengkulak tentunya tidak sesuai dengan aturan pemerintah. Penjualannya pun dengan cara tebasan. Tapi, tengkulak menghargai gabah sebelum padi dipotong. Hal ini memang merugikan petani.
Ironisnya, sebagaimana rumus ekonomi, harga gabah selalu rendah ketika musim panen tiba. Padahal, ketika musim tanam, harga pupuk mahal bahkan langka.
Maka tidak aneh, jika petani Indonesia, yang sebagian besar petani gurem (kepemilikan lahannya 0,25 hektare), miskin. Menurut data badan pusat statistik (BPS), 57,77%penduduk miskin adalah petani dan buruh tani. Mereka tidak pernah diuntungkan oleh sistem. Bahkan, banyak diantara mereka yang harus makan beras raskin. Beras raskin, sebagaimana kita ketahui, kualitasnya jauh dari standar. Keras dan tidak enak untuk dikosumsi. Padahal mereka adalah produsen beras.
Ketidakberdayaan petani Indonesia diperparah oleh laju perubahan iklim yang begitu cepat. Perubahan iklim ini menyebabkan tidak teraturnya musim. Banjir di musim penghujan, dan kekeringan di musim kemarau.
Tidak aneh jika target pengadaan beras dalam negeri tahun 2009 yang mencapai 3,8 juta ton atau meningkat 700.000 ton dari tahun 2008, yang hanya mampu menyerap 3,1 juta ton, sulit terwujud. Itu karena, hasil pertanian di Jawa, sebagai sentral produksi beras nasional, banyak yang puso (gagal panen). Salah satu penyebabnya adalah banjir.
Gagal panen tentunya akan mengancam stabilitas harga beras di pasaran. Padahal, mahalnya harga beras akan mendorong gejolak sosial. Sudah begitu, ketahanan pangan terancam. Akan semakin banyak keluarga miskin kelaparan dan kurang gizi, karena kebutuhan pokoknya tidak tercukupi.
Ironisnya, stabilitas harga dan ketahanan pangan nasional seringkali dijadikan alasan untuk melakukan impor beras. Impor beras menjadi persoalan tersendiri di tengah kemiskinan petani Indonesia.
Varietas bibit unggul
Inilah tantangan kerja Bulog ke depan. Bulog tidak boleh berpangku tangan melihat realitas yang terjadi di masyarakat. Usaha dan kerja keras Bulog dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan tetap menjaga stabilitas harga beras begitu penting artinya.
Bulog seyogianya memikirkan formula yang tepat untuk menyiasati hal tersebut. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah varietas bibit unggul. Bulog dalam hal ini dapat bekerjasama dengan Departemen Pertanian. Penyediaan varietas bibit unggul diharapkan mampu menggenjot peningkatan produksi beras nasional. Varietas bibit unggul mendesak diadakan di tengah semakin sempitnya lahan pertanian.
Di Indonesia, sesungguhnya terdapat lahan potensial dengan luas mencapai 20 juta hektare. Dari jumlah itu baru 8 juta hektare yang dimanfaatkan. Namun, dari 20 juta hektare itu yang benar-benar subur hanya 12%, yang 47% kesuburannya sedang, dan 41% rendah (Khudori: 2008).
Dengan demikian, perlu peningkatan kapasitas kerja Bulog. Artinya, Bulog tidak hanya menjadi perantara antara petani dan pemerintah, yaitu menampung, mengelola, dan menyalurkan beras. Bulog juga mempunyai tugas menyejahterakan petani, meningkatkan produksi beras nasional, dan menjadikan pertanian tuan rumah di negeri sendiri. Tanpa melakukan itu semua, Bulog tidak akan banyak berperan dalam menjaga kedaulatan pangan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar