Search

Sabtu, 01 Agustus 2009

Revitalisasi Pasar Tradisional



Kontan, Jum’at, 30 Juli 2009

Benni Setiawan
Peneliti Lentera Institute

Di dalam pasar tradisional terdapat interaksi antara pedagang dan pembeli, yang tidak dapat ditemui di dalam pasar modern.

Masuknya raksasa ekonomi pasar dunia seperti Carrefour, Giant, Hypermarket, Diamont, dan seterusnya tentunya berdampak buruk bagi keberadaan pasar tradisional. Pasar tradisional semakin terdesak mundur, sepi pengunjung, pedagang merugi (gulung tikar) dan semakin kumuh.
Berdasarkan penelitian AC Nielsen pada tahun 2005-2006, pertumbuhan pasar tradisional mengalami penurunan sebesar 8,1% karena terdesak oleh pasar modern yang tumbuh hingga 31,4%.
Guna mencegah semakin sedikitnya pasar tradisional di Indonesia pemerintah melalui Departemen Perdagangan ataupun Kementerian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tetap akan melanjutkan program revitalisasi pasar tradisional yang sudah mulai dirintis sejak awal tahun 2003.
Pada tahun 2008 Departemen Perdagangan telah merevitalisasi 104 pasar dengan dana Rp. 167 miliar. Menurut Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, selama tahun 2009 pasar tradisional yang ditangani Departemen Perdagangan mencapai 57 unit dengan nilai Rp. 100 miliar. Adapun stimulus untuk pasar tradisional sebanyak 37 unit senilai Rp. 215 miliar.
Lebih lanjut, Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Meneg Koperasi dan UKM), Suryadharma Ali menjelaskan, anggaran stimulus fiskal sesuai daftar isian pelaksaan anggaran (DIPA) tahun 2009 sebesar Rp. 100 miliar telah digunakan untuk membangun 91 unit pasar tradisional di 86 kabupaten/kota dan 13 sarana pedagang kaki lima di 13 kabupaten/kota. Proyek ini diharapkan dapat menyerap 37.400 tenaga kerja (naker).
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana merevitalisasi pasar tradisional di tengah semakin merangseknya pasar-pasar modern?

Membatasi pasar modern
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah; Pertama, revitalisasi pasar tradisional yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh hanya memerhatikan kondisi pasar, volume perdagangan, ketersediaan lahan untuk perbaikan pasar, desain rencana perbaikan pasar, melainkan juga perlu membatasi tumbuhnya pasar modern.
Revitalisasi pasar tradisional tanpa membatasi tumbuhnya pasar modern tidak ada gunanya. Ketika program revitalisasi pemerintah hanya dalam bentuk fisik tanpa memperbaiki regulasi dalam menekan jumlah pasar modern, maka program ini hanya akan semakin mematikan sektor usaha riil masyarakat kecil.
Pembatasan jumlah pasar tradisional sudah berhasil dilakukan oleh Bupati Bantul Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Idham Samawi. Idham Samawi hanya memberi izin kepada 73 pasar modern skala kecil di wilayahnya. Dengan kebijakan ini, pasar tradisional di Bantul dapat bertahan walaupun pendapatannya menurun.
Kedua, pemerintah daerah juga harus berani menata keberadaan pasar modern. Pendirian pasar modern harus jauh dari keberadaan pasar tradisional.
Ketiga, pemerintah melalui badan terkait perlu memerhatikan persaingan harga. Persaingan harga perlu dikelola dengan baik agar tidak merugikan pihak lain. Pedagang kecil yang menggunakan pasar tradisional tentunya akan kehilangan pelanggannya, karena mereka memilih berbelanja ke pasar modern dengan harga lebih murah.

Ruh perdagangan bangsa
Pasar tradisional merupakan ruh perdagangan bangsa Indonesia. Pasalnya, di dalam pasar tradisional terdapat interaksi antara pedagang dan pembeli, yang tidak dapat ditemui di dalam pasar modern. Interaksi, tawar-menawar, canda riang yang sesekali diselingi rasa ketidaksukaan, merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia yang semakin asing, di tengah semakin banyaknya masyarakat berbelanja di pasar modern.
Maka dari itu, revitalisasi pasar tradisional pada dasarnya bukan hanya persoalan teknis, melainkan bagaimana mengubah cara pandang masyarakat. Yaitu, berbelanja di pasar tradisional bukan berarti kuno dan antimodernisme. Berbelanja di pasar tradisional pada dasarnya merupakan bentuk penghargaan diri sendiri dan menguji kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Pada akhirnya, keberadaan pasar pasar tradisional sudah saatnya diuri-uri (dilestarikan). Salah satunya adalah dengan mengajak anggota keluarga berkunjung dan berbelanja di pasar tradisional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar