Search

Kamis, 13 Agustus 2009

Jogja. Kota Langit Biru



Bernas Jogja, 10 Agustus 2009

YOGYAKARTA kembali menjuarai perhelatan nasional. Jum'at, 24 Juli 2009, Wakil Walikota Yogyakarta menerima trofi dan hadiah sepeda listrik dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Yogyakarta bersama empat kota yaitu kota Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara, dinobatkan sebagai Kota Langit Biru.
Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Rahmat Witoelar, Kota Langit Biru merupakan program aksi pengendalian pencemaran udara melalui implementasi kegiatan terpadu. Program yang dilaksanakan sejak tahun 2007 ini juga mendorong penurunan pencemaran udara dari sektor transportasi.
Keberhasilan kota Yogyakarta meraih predikat Kota Langit Biru tentunya tidak lepas dari beberapa program yang berjalan hingga kini. Seperti, pembuatan taman kota, sego segawe, dan uji emisi kendaraan rutin.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti sebuah penghargaan dan upaya nyata pemerintah kota dalam mewujudkan tatanan kota yang nyaman, artikel ini ingin sedikit mengulas dan sedikit memberi masukan guna mempertahankan predikat Kota Langit Biru untuk Yogyakarta. Artikel ini hanya akan membatasi pada tiga persoalan utama, yaitu taman kota, sego segawe, dan uji emisi.
Taman kota
Taman kota Yogyakarta tidaklah seindah yang dibayangkan. Hal ini karena, masih banyak pohon yang di tebang atas nama keamanan warga kota, keindahan, memberi ruang untuk pemasangan reklame iklan. Sebagaimana pemotongan dahan pohon di ruang jalan Affandi dan Kusumanegara.
Pohon taman kota juga tak luput dari pengerusakan tangan manusia. Hal ini dapat dilihat ketika musim pemilu beberapa waktu lalu. Pohon dipaku guna menempel foto, gambar, dan spanduk calon anggota legistatif. Ironisnya hingga hari ini masih ada gambar partai dan calon anggota legislatif yang menempel di pohon. Selain insiden yang bersifat berjangka tersebut, pohon di kota Yogyakarta tidak luput dari serangan pengiklan dengan cara memaku papan di batang pohon. Bahkan, iklan perguruan tinggi dalam bentuk spanduk dan baliho semakin memperkeruh tatanan kota dan menyengsarakan poh
Lebih dari itu, taman kota Yogyakarta seringkali tidak terawat dengan baik. Taman kota hanya disiram oleh petugas dan sesekali dibersihk
an. Taman kota belum dioptimalkan menjadi sesuatu yang lebih berguna. Seperti, pembuatan bio pori yang dapat menyuburkan tanah, mencegah banjir, dan terawatnya sumber‑sumber air. Pembuatan bio pori sudah berhasil diterapkan di Jakarta Utara. Hasilnya pun sangat membanggakan. Selain menghasilkan taman kota yang indah dan asri, persedian air bersih di daerah tersebut melimpah. Terlebih daerah tersebut bebas dari banjir yang selalu mendera ibu kota.
Keberhasilan masyarakat Jakarta Utara tersebut sudah saatnya ditiru oleh pemerintah kota Yogyakarta. Hal ini mengingat perubahan iklim yang tidak menentu yang mengakibatkan kemarau panjang, dan seringnya banjir kecil di kota Yogyakarta.
Dengan demikian taman kota tidak hanya menjadi program mempercantik kota, namun juga memberi manfaat bagi orang lain.
Sego segawe
Selain taman kota, program lain yang dapat mengokohkan predikat Yogyakarta sebagai Kota Langit Biru adalah program sego segawe (sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe).
Sebagaimana telah banyak ditulis dalam rubrik ini, sego segawe merupakan program transportasi murah meriah, menghemat bahan bakar minyak (BBM), menyehatkan, dan mengurangi karbon dioksida. Namun demikian, terobosan sego segawe perlu diberengi dengan penataan jalur‑jalur sepeda. Jalur‑jalur yang dibuat oleh pemerintah kota seringkali malah digunakan sebagai lahan parkir mobil. Pembuatan jalur sepeda yang ramah bagi pengguna akan semakin membuat betah pengayuh sepeda onthel di Yogyakarta.
Selain itu, komitmen warga Yogyakarta untuk mendahulukan pengguna sepeda dan memberi ruang lebih kepadanya amatnya penting. Pengguna sepeda onthel seringkali menjadi korban keganasan pengguna sepeda motor dan mobil. Pengguna kendaraan bermotor ini sudah seharusnya tepo seliro dengan pengguna sepeda onthel. Misalnya, memberi kelonggaran kepada pengguna sepeda onthel untuk menyeberang, belok di tikungan, atau pun di lampu mewah akan menambah nilai plus program ini.
Uji emisi
Program sego segawe juga akan semakin bermakna ketika program uji emisi berjalan efektif. Artinya, selama ini program uji emisi hanya berupa pengukuran kualitas udara dan hasil buang gas kendaran bermotor di beberapa ruang jalan.
Pemerintah daerah sudah saatnya berfikir bagaimana membatasi jumlah pemilikan kendaraan bermotor. Uji emisi tanpa membatasi kepemilikan kendaraan bermotor tidak akan banyak berguna. Hal ini karena, menurut data Dinas Tata Lingkungan Yogyakarta, kadar timbal kota yang kini dipimpin oleh Hery Zudianto ini mengalami peningkatan karena jumlah pengguna kendaraan bermotor meningkat (Suara Merdeka, 25 Juli 2009).
Lebih dari itu, pembatasan ini menjadi penting mengingat jalan‑jalan kota Yogyakarta sekarang sudah mulai sesak oleh kendaraan bermotor. Apalagi ketika malam Minggu atau hari‑hari libur lainnya. Yogyakarta dipastikan macet karena banyaknya kendaraan bermotor.
Memikirkan langkah ini sejak dini akan memudahkan kinerja pemerintah. Hal ini karena, ketika jalanan sudah dipenuhi kendaraan bermotor karena tidak adanya pembatasan pemilikan, akan sulit bagi pemerintah menjaga kualitas udara dan mengatur regulasi lain. Lebih dari itu, pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor juga mengingat kondisi jalan yang tidak semakin luas.
Tanpa langkah‑langkah tersebut sulit kiranya mempertahankan Yogyakarta sebagai Kota Langit Biru. Kota Langit Biru akan semakin mengokohkan citra Yogyakarta sebagai Kota Pelajar, Kota Budaya, dan Kota Gudheg.
Pada akhirnya, guna mengokohkan citra tersebut sinergi gerak antara pemerintah dan penduduk, baik asli maupun pendatang menjadi kunci utamanya. Taman kota akan tetap asri jika seluruh komponen masyarakat bahu‑membahu melindungi dan menyematkannya. Program sego segawe akan berjalan lancer jika semakin banyak warga yang menggunakan sepeda onthel dalam melaksanakan tugas belajar dan bekerja. Demikian pula dengan program uji emisi. Masyarakat harus sadar bahwa kualitas udara akan sangat memengaruhi kualitas hidup manusia. Wallahu a'lam. ***
Benni Setiawan, Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar